Nyai Raden Pundak Arum tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Dia tumbuh dewasa bersama anak pungut Ki Jaro yang kemudian diberi nama Wangsa Suta. Anda mungkin sudah bisa menduga, dua orang ini akhirnya saling jatuh cinta. Cinta mereka direstui oleh kedua orang tua masing masing. Sampai di sini semua baik baik saja. Hanya sebagaimana tradisi pemuda jaman itu, belum jadi 'orang' kalau tidak meningkatkan kemampuan diri dengan berguru dan berkelana. Dari satu guru ke guru lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebagaimana sejarah yang dilakoni tokoh Sunda yang paling berpengaruh, Jaya Dewata alias Pamanah Rasa, alias Sri Baduga Maharaja Siliwangi.
Setelah mohon ijin dan pamit kepada Ki Jaro, Wangsa Suta mulai pengembaraannya. Angin membawanya ke daerah Cikembar dan berguru kepada seorang resi yang bernama Saradea. Setelah dirasa cukup menimba ilmu, akhirnya Wangsa Suta dititah untuk turun gunung dengan instruksi untuk membuka lahan di Gunung Parang. Di sebuah tempat dimana tumbuh pohon kiara kembar dan pohon paku berdahan lima yang condong ke arah selatan. Wangsa Suta telah memulai babak baru hidupnya dengan melaksanakan amanah sang guru.
Sementara itu lambat laun kecantikan Nyai Pundak Arum mulai beredar dari mulut ke mulut. Seorang Demang Sukamukti yang kaya dan berpengaruh melamarnya. Bagaimana pun kuatnya Pundak Arum dan keluarga menolak, kehendak seorang demang sulit ditolak. Akhirnya pernikahan terjadi juga. Namun malam sebelum malam pengantin, Ki Demang tewas mendadak. Sehingga Pundak Arum tetap masih perawan.
Kali kedua, Pundak Arum dilamar (juga dengan paksaan) oleh orang kaya dari Padabeunghar. Sang saudagar meninggal sebelum malam pengantin. Berikutnya yang melamar adalah Ki Puru Sastra, sama, orang kaya. Mati sebelum malam pengantin. Ada juga seorang haji yang ikut kontes. Namanya Haji Ijamalil. Nasibnya malah lebih buruk, disambar halilintar saat hendak acara lamaran. Begitu berikutnya, setiap orang yang melamar, kematian selalu menjemput sang pelamar.
Kejadian kejadian ajaib ini akhirnya menjadi buah bibir masyarakat. Demang Mangkalaya (daerah Cisaat kini) sudah mengkategorikannya sebagai kufarat subversif yang harus segera dihentikan. Penangkapan oleh aparat membawanya ke alun-alun kademangan. Putusannya jelas : hukuman mati dengan pancung. Golok sudah diacungkan.
(Bersambung)
Sementara itu lambat laun kecantikan Nyai Pundak Arum mulai beredar dari mulut ke mulut. Seorang Demang Sukamukti yang kaya dan berpengaruh melamarnya. Bagaimana pun kuatnya Pundak Arum dan keluarga menolak, kehendak seorang demang sulit ditolak. Akhirnya pernikahan terjadi juga. Namun malam sebelum malam pengantin, Ki Demang tewas mendadak. Sehingga Pundak Arum tetap masih perawan.
Kali kedua, Pundak Arum dilamar (juga dengan paksaan) oleh orang kaya dari Padabeunghar. Sang saudagar meninggal sebelum malam pengantin. Berikutnya yang melamar adalah Ki Puru Sastra, sama, orang kaya. Mati sebelum malam pengantin. Ada juga seorang haji yang ikut kontes. Namanya Haji Ijamalil. Nasibnya malah lebih buruk, disambar halilintar saat hendak acara lamaran. Begitu berikutnya, setiap orang yang melamar, kematian selalu menjemput sang pelamar.
Kejadian kejadian ajaib ini akhirnya menjadi buah bibir masyarakat. Demang Mangkalaya (daerah Cisaat kini) sudah mengkategorikannya sebagai kufarat subversif yang harus segera dihentikan. Penangkapan oleh aparat membawanya ke alun-alun kademangan. Putusannya jelas : hukuman mati dengan pancung. Golok sudah diacungkan.
(Bersambung)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus