Inilah Sukabumi

Inilah Sukabumi
Danau Situgunung, Kadudampit, Sukabumi.

Senin, 07 Januari 2013

Asal Mula Palabuhanratu (3)

Setelah mendengarkan pidato perpisahan dari Raja, massa pengikut Raga Mulya Suryakancana mulai melakukan komunikasi antar mereka sendiri dan perlahan terhimpun dalam empat kelompok. Tiga kelompok  kemudian pamit kepada sang Raja untuk menempuh tujuannya masing masing : utara, barat, dan timur. Sedangkan sebagian besar tetap bertahan bersama Raja mereka untuk bergegas ke selatan.

Maka dimulailah evakuasi yang mengubah sejarah Sunda selanjutnya. Pasukan Banten tentu saja mengejar kelompok Raja yang bergerak ke arah selatan. Terjadilah pertempuran sepanjang jalan. Prajurit Pajajaran menggunakan taktik bertempur sampai mati untuk menahan laju musuh sembari memberi kesempatan kelompok inti Raja untuk menjauh. Sementara kelompok inti Raja pun memecah diri dalam kelompok lebih kecil untuk memecah konsentrasi musuh. 

Sebuah pecahan kelompok Raja bahkan hanya beranggotakan tiga orang, yaitu Rahyang Kumbang Bagus Setra, Nyi Putri Purnamasari, dan Rakean Kalang Sunda. Mereka diburu oleh pasukan Banten yang dipimpin oleh Jaya Antea. Kejar mengejar kelompok ini akhirnya sampai di Pantai Selatan Tanah Sunda. Sebelum menceritakan bagaimana kisah mereka, kita perlu kembali ke belakang sejarah untuk melihat kaitan antar empat orang yang bertempur ini.

Nyi Purnamasari adalah putri sulung dari istri ke tujuh Prabu Sedah Raga Mulya Suryakancana atau Siliwangi V.  Kecantikannya luar biasa, sehingga tak heran banyak para pangeran dan bangsawan yang berebut memperistrinya. Dua orang 'kontestan' terkuat adalah Jaya Antea yang kala itu menjabat Mantri Majeuti (sekretaris Negara) dan Rahyang Kumbang Bagus Setra seorang pangeran kerajaan bawahan Pajajaran, yaitu Pajajaran Girang.

Nyi Purnama Sari lebih memilih sang Pangeran Pajajaran Girang. Merasa cintanya tak sampai, Jaya Antea memilih mundur dari jabatan dan diam diam mulai bergabung dengan komunitas Islam yang mulai berkembang terutama di daerah Banten. Rupanya Jaya Antea orang cerdas yang tanggap menangkap perubahan jaman. Dia melihat Banten sebagai calon penguasa baru tanah Pasundan di era berikutnya. Sementara pengikut Islam mulai tumbuh dan berkembang dari timur dan barat Pajajaran dalam jumlah yang berlipat setiap harinya. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk Islam dan berganti nama menjadi Al Kowana. Dan tidak lama kemudian menunaikan ibadah haji. 

Sepulang haji dia kemudian menghadap ke Sultan Maulana Yusuf di Kesultanan Banten. Kepada Sultan Banten dia mengaku sebagai Prabu Anom putra mahkota Pajajaran yang bernama Rahyang Santang Aria Cakrabuana. Inilah memang keanehan atau kecelakaan sejarah. Antara Jaya Antea dan Prabu Anom memang mirip, sehingga orang yang tidak mengenal lebih dalam sukar membedakan keduanya. Dia mengaku telah masuk Islam dan melakukan ibadah haji dan mohon dukungan sultan untuk mengislamkan Pajajaran yang masih 'kafir'.

Sultan yang terpedaya akhirnya merestui. Disamping sudah dua kali ini pasukan Banten menyerbu Pakuan, tapi dua kali itu juga dapat dipatahkan Pajajaran. Setelah mendapat restu sultan, akhirnya Jaya Antea menyusun strategi baru untuk merebut Pakuan. Dia paham, sebagai bekas orang dalam, bahwa benteng Pajajaran bukan dibuat oleh orang sembarangan. Benteng ini pertama kali dibangun oleh Prabu Banga, Raja Sunda Kuno era Sunda Galuh. Kemudian disempurnakan oleh Sri Baduga Maharaja dengan campuran teknologi benteng ala Portugis. 

Dia tidak melakukan serangan frontal seperti sebelumnya. Berbekal dulunya memang orang dayeuh dan kemiripan dengan Prabu Anom, dia melenggang memasuki benteng Pakuan dengan leluasa. Sungguh penyamaran yang sempurna. Setelah beberapa lama mengamati situasi, akhirnya dia menyimpulkan bahwa bila berhasil membuka Lawang Gintung (salah satu pintu gerbang Pakuan), maka Pasukan Banten akan dengan mudah meluluh lantakkan Pakuan.

Dan benar saja, pada hari yang ditentukan, dengan terbukanya Lawang Gintung, maka pasukan Banten dengan leluasa membumi hanguskan terutama lima bangunan utama istana Pakuan, yaitu Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati atau "panca persada" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induknya. Semuanya dibumihanguskan dalam semalam.
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...